Halaman

Sabtu, 28 November 2015

Memaknai Hari Pahlawan, Hari Pahlawan Kehilangan Maknanya



Sudah 70 tahun dari sejarah pertempuran mempertahankan kemerdekaan di Surabaya 10 November 1945 yang merupakan sejarah hari pahlawan yang tidak boleh hilang dari ingatan kita sebagai penerus-penerus perjuangan para pahlawan dalam mempertahankan proklamasi kemerdekaan 17 Agustus 1945 yang lampau.
Bangsa yang besar adalah bangsa yang menghargai jasa-jasa para pahlawannya, seperti kata Bung Karno, “Negara yang Besar Adalah yang tidak melupakan Jas Merah” artinya tidak akan melupakan sejarah suatu bangsa tersebut.
Para pahlawan rela mengorbankan hidupnya demi menjaga dan mempertahankan negara Indonesia.Tanpa jasa mereka, kita tidak bisa menjadi bangsa dan negara Indonesia seperti sekarang.Kita harus mampu mengenang dan menghargai pejuangan, pengorbanan para pahlawan dan pemimpin bangsa yang menjadi simbol negara Indonesia.
Itulah sebabnya, sejarah bangsa ini telah mendokumentasikan bahwa kemerdekaan Indonesia bukanlah “hadiah” dari bangsa lain, melainkan hasil dari perjuangan dan pengorbanan jiwa dan raga para syuhada pejuang dan “founding fathers” (Bapak-Bapak Bangsa) se-Nusantara dengan aneka keragaman latar belakangnya. (net)
Mereka berjuang dan berkorban, sejak periode “merebut kemerdekaan” hingga periode kritis ketika harus “mempertahankan kemerdekaan” yang telah diproklamasikan. Namun, sangat disayangkan mutu peringatan itu terasa menurun dari tahun ke tahun. Hari Pahlawan yang selalu kita peringati hendaknya jangan hanya mengedepankan unsur seremonial belaka, tanpa menghayati nilai-nilai perjuangan yang dipesankan oleh para pahlawan ini.
Akan sangat ironis, bila memperingati hari pahlawan sebatas seremonial saja tanpa mengambil teladan dari nilai-nilai perjuangan untuk diaplikasikan dalam kehidupan sehari-hari. Sebenarnya kita semua mampu untuk memberi makna baru atas tonggak bersejarah kepahlawanan, dengan mengisi kemerdekaan sesuai perkembangan zaman. Menghadapi situasi seperti sekarang kita berharap muncul banyak pahlawan dalam segala bidang kehidupan.
Karakteristik seorang pahlawan adalah jujur, pemberani dan rela melakukan apapun demi kebaikan dan kesejahteraan masyarakat. Setiap orang harus berjuang untuk menjadi pahlawan.
Bukan hanya tanggal 10 November saja yang dianggap sebagai Hari Pahlawan. Kenapa tidak kita jadikan setiap hari adalah Hari Pahlawan? Karena setiap hari kita harus berjuang, paling tidak menjadi pahlawan untuk diri kita sendiri dan keluarga. Artinya, kita menjadi warga yang baik dan meningkatkan prestasi dalam kehidupan masing-masing.
Setidaknya kita harus mampu bertanya pada diri sendiri; apakah rela mengorbankan diri untuk mengembangkan diri dalam bidang kita masing-masing? Dan mencetak prestasi dengan cara yang adil, pantas dan wajar?

Kamis, 13 Agustus 2015

Tati Kunanti Di Desa Banjar

            Cerita Bersambung:
Oleh : Deddy S Dendyra C Esha                       
                                               Bagian Satu
                                                                               Siapa nama gadis itu ?
            Honda Jass warna merah silver mengkilat itu baru saja melintas berkecepatan sedang di kaki Gunung Tangkuban Perahu Bandung Utara, lalu berjalan perlahan kearah Jalan Panorama Pasar Lembang. Dapat dimaklumi semua kendaraan diarea jalan ini tumpah ruah bermacam kendaraan disamping keluar masuk para pembeli ke dalam Pasar tradisional itu. Aku yang baru saja selesai makan kupat tahu dipinggir jalan menuju pasar itu, sekejapan terkesiap melihat siapa pengendara mobil sedan yang melintas tadi.
            “ Ya,Allah, apakah mataku tak salah melihat pada pengendara sedan tadi ! Bukankah itu, eu …. ?” kataku spontan keluar. Namun entah bagaimana mendadak ingatanku lupa menyebut namanya.   “Yang dimaksud Aden yang didalam sedan merah tadi?” mendadak Mang Jali tukang kupat tahu itu menebak apa yang kupikirkan. “Benar Mang ! Sepertinya Mang tahu. Siapa dia?” tanyaku secepatnya. Mang Jali tersenyum seakan tahu apa yang dinginkanku lebih jauh terhadap gadis di sedan merah itu. Aku mendekat padanya agar nama yang siap disebutkan Mang Jali jelas terdengar. “ Gadis itu bernama Neng Tati. Kebetulan bila hari Sabtu pagi seperti sekarang ini, si Neng suka berkunjung ke Maribaya diarah sana itu,” tutur Mang Jali seraya menunjuk. “O,begitu. Apa selain hari Sabtu,dia suka juga berkunjung ketempat wisata itu, Mang?” tanyaku tergesa lagi. “Tidak juga, Den. Dia kesana bukan berwisata. Ia berkunjung ke sebuah Vila didekat lembah Maribaya itu !” Mang Jali menjelaskan. Sesaat kemudian ia pamit dariku ketika beberapa pembeli kupat tahu memanggilnya. Selesai mengucapkan terimakasih, aku langsung menghidupkan motor berencana mengejar Tati. “Aku ingin yakin, apa dia Tati sahabatku yang lima belas tahun tak temu atau bukan?” tanyaku dalam hati.
            Diperjalanan kearah Kota Bandung, belum juga sampai di Kampung Cidadap, mendadak jalanan macet. Sekejapan aku kesal dan emosi tanpa sebab disaat penting memburu orang, tiba-tiba ada gangguan diperjalanan. Brengsek ! Terjadi tabrakkan atau memang ini macet karena para pejabat dinas pemerintahan mau malam mingguan dengan Wanita idaman lain di hotel-hotel Bandung Utara? Desisku spontan terucap. Dugaanku ternyata tak berlebihan selain mobil rentalan yang ditumpangi pejabat memasuki beberapa hotel sepanjang jalan Bandung Utara, penyebab lainnya Polisi-polisi setempat sedang melakukan razia pada beberapa kendaraan, tepat diruas jalan yang membelok. Kataku, pengendara yang tak biasa melewati jalan ini, mana tahu ada razia di tempat ini. Pintar juga polisi menjebak pengendara dijalur ini dan yang kena tidak hanya motor, tapi  kendaraan mobilpun tak luput dari razia gabungan ini. Hampir duapuluh menitan terjebak kemacetan, aku telah memasuki Terminal Ledeng. Tapi terlalu masuk kedalam , aku menepi dipinggir terminal sejajar dengan pedagang kaki lima yang berjualan mie ayam.

Sejenak beberapa mobil berjenis sedan kuperhatikan, namun luput sedan yang kuburu tadi sudah tak ada diarea setempat. Keringat dibadan mulai membasahi pakaian dinasku, sementara mesin motor tetap hidup. Merasa buruanku sudah tak ada harapan didapat, dengan gerak malas, kaki kiriku berencana mengoper gigi satu,maksudku mau melaju kearah Buah Batu tempat kosku. Namun tiba-tiba dari arah belakang terdengar suara memanggil namaku. Suara itu tak jelas terdengar, karena panggilan itu berbaur dengan deru mesin kendaraan yang lalulalang disamping klakson berbunyi nyaring dan kadang tersapu angin serta debu jalanan yang bertiup tanpa arah. Secepatnya aku menoleh kearah panggilan tadi. [ Bersambung ke Edisi pekan depan ].

Sabtu, 21 Desember 2013

SURAT PENGUNDURAN DIRI ...

Perihal : Pengunduran diri                                                Garut,    Desember 2013

Kepada Yth.
Bapak Ketua Yayasan Nurul Huda
di
Tempat

Assalaamu‘alaikum Wr. Wb.
Dengan hormat,
Bersama surat ini, saya:
Nama          :     Iwan Ridwan, S.Pd.I
Jabatan       :     Guru Bidang Studi TIK dan Staf TU
Secara resmi mengajukan permohonan mengundurkan diri sebagai Guru Bidang Study di SMP Plus Nurul Huda terhitung tanggal     Desember 2013.
Saya mengucapkan banyak terima kasih atas kesempatan yang telah diberikan untuk belajar dan bekerja di SMP Plus Nurul Huda.
Melalui surat ini, tidak lupa saya sampaikan permohonan maaf kepada seluruh staf pengajar serta jajaran pengurus SMP Plus Nurul Huda, apabila selama saya bekerja terdapat hal-hal yang kurang berkenan.
Demikian surat pengunduran diri ini saya buat dengan sebenarnya untuk dapat dipergunakan sebagaimana mestinya.

Wassalam
Hormat saya,




Iwan Ridwan, S.Pd.I

Jumat, 17 September 2010

evaluasi pai

BAB II
PEMBAHASAN
A.    Pengertian
Menurut bahasa, kata evaluasi berasal dari bahasa Inggris “evalution”, yang berarti penilaian atau penaksiran. (John M. Echts dan Hasan Shadily, 1983 : 220). Sedangkan menurut pengertian istilah evaluasi merupakan kegiatan yang terencana untuk mengetahui keadaan sesuatu obyek dengan menggunakan intrument dan hasilnya dibandingkan dengan tolak ukur memperoleh kesimpulan.
Evaluasi seyogyanya tidak memberikan jawaban terhadap suatu pertanyaan khusus. Bukanlah tugas evalutor memberikan rekomendasi tentang kemanfaatan suatu program dan dilanjutkan atau tidak. Evalutor tidak dapat memberikan pertimbangan kepada pihak lain, seperti halnya seorang pembimbing tidak dapat memilihkan karier seorang murid. Tugas evalutor hanya memberikan alternatif. Evaluasi merupakan suatu proses terus menerus, sehingga didalam proses didalamnya memungkinkan untuk merevisi apabila dirasakan ada suatu kesalahan-kesalahan. Tujuan dan Fungsi Evaluasi Pendidikan Islam Secara rasional filosofis, pendidikan Islam bertugas untuk membentuk al-Insan al-Kamil atau manusia paripurna. Oleh karena itu, hendaknya di arahkan pada dua dimensi, yaitu : dimensi dialektikal horitontal, dan dimensi ketundukan vertikal.
Dalam pendidikan Islam, tujuan evaluasi lebih ditekankan pada penguasaan sikap (afektif dan psikomotor) ketimbang asfek kogritif. Penekanan ini bertujuan untuk mengetahui kemampuan peserta didik yang secara besarnya meliputi empat hal, yaitu : Sikap dan pengalaman terhadap hubungan pribadinya dengan Tuhannya. Sikap dan pengalaman terhadap arti hubungan dirinya dengan masyarakat. Sikap dan pengalaman terhadap arti hubungan kehidupannya dengan alam sekitarnya. Sikap dan pandangan terhadap diri sendiri selaku hamba Allah, anggota masyarakat, serta khalifah Allah SWT. Dari keempat dasar tersebut di atas, dapat dijabarkan dalam beberapa klasifikasi kemampuan teknis, yaitu : Sejauh mana loyalitas dan pengabdiannya kepada Allah dengan indikasi-indikasi lahiriah berupa tingkah laku yang mencerminkan keimanan dan ketaqwaan kepada Allah SWT. Sejauh mana peserta didik dapat menerapkan nilai-nilai agamanya da kegiatan hidup bermasyarakt, seperti ahlak yang mulia dan disiplin. Bagaimana peserta didik berusaha mengelola dan memelihara, serta menyesuaikan diri dengan alam sekitarnya, apakah ia merusak ataukah memberi makna bagi kehidupannya dan masyarakat dimana ia berada. Bagaimana dan sejauh mana ia memandang diri sendiri sebagai hamba Allah dalam menghadapi kenyataan masyarakat yang beraneka ragam budaya, suku dan agama. Sedangkan menurut Muchtar Buchari M. Eb, mengemukakan, ada dua tujuan evaluasi : Untuk mengetahui kemajuan belajar peserta didik setelah menyadari pendidikan selama jangka waktu tertentu. Untuk mengetahui tingkah efisien metode pendidikan yang dipergunakan dalam jangka waktu tertentu. Fungsi evaluasi adalah membantu anak didik agar ia dapat mengubah atau mengembangkan tingkah lakunya secara sadar, serta memberi bantuan kepadanya cara meraih suatu kepuasan bila berbuat sebagaimana mestinya. Bagi pendidik, evaluasi berguna untuk mengatur keberhasilan proses belajar mengajar bagi peserta didik berguna untuk mengetahui bahan pelajaran yang diberikan dan di kuasai, dan bagi masyarakat untuk mengetahui berhasil atau tidaknya program-program yang dilaksanakan. Untuk memberikan umpan balik kepada guru sebagai dasar untuk memperbaiki proses belajar mengajar dan mengadakan program remedial bagi murid. Untuk menentukan angka kemajuan atau hasil belajar.
Untuk menempatkan murid dalam situasi belajar mengajar yang tepat. Untuk mengenal latar belakang murid yang mengalami kesulitan-kesulitan belajar. Prinsip-prinsip Evaluasi Pendidikan Islam
Evaluasi merupakan penilaian tentang suatu aspek yang dihubungkan dengan situasi aspek lainnya, sehingga diperoleh gambaran yang menyeluruh jika ditinjau dari beberapa segi. Oleh karena itu dalam melaksanakan evaluasi harus memperhatikan berbagai prinsip antara lain : Prinsip Kesinambungan (kontinuitas)
Dalam ajaran Islam, sangat memperhatikan prinsip kontinuitas, karena dengan berpegang pada prinsip ini, keputusan yang diambil oleh seseorang menjadi valid dan stabil (Q.S. 46 : 13-14). Prinsip Menyeluruh (komprehensif) Prinsip yang melihat semua aspek, meliputi kepribadian, ketajaman hafalan, pemahaman ketulusan, kerajinan, sikap kerjasama, tanggung jawab (Q.S. 99 : 7-8). Prinsip Objektivitas
Dalam mengevaluasi berdasarkan kenyataan yang sebenarnya, tidak boleh dipengaharui oleh hal-hal yang bersifat emosional dan irasional. Allah SWT memerintahkan agar seseorang berlaku adil dalam mengevaluasi. Jangan karena kebencian menjadikan ketidak objektifan evaluasi yang dilakukan (Q.S. : 8), Nabi SAW pernah bersabda : “Andai kata Fatimah binti Muhammad itu mencuri, niscaya aku tidak segan-segan untuk memotong kedua tangannya”. Demikian pula halnya dengan Umar bin Khottob yang mencambuk anaknya karena ia berbuat zina. Prinsip ini dapat ditetapkan bila penyelenggarakan pendidikan mempunyai sifat sidiq, jujur, ikhlas, ta’awun, ramah, dan lainnya.
B. Ruang Lingkup dan Jenis Evaluasi
Anas Sudijono membagi lingkup evaluasi dalam bidang pendidikan di sekolah menjadi tiga, yaitu:
(1). Evaluasi mengenai program pengajaran,
(2). Evaluasi mengenai proses pelaksanaan pengajaran,
(3). Evaluasi mengenai hasil belajar .
Pembagian ini terasa sempit,  karena hanya melingkupi proses pembelajaran saja. Dalam konteks yang lebih luas A. Janan Asifuddin menilai bahwa evaluasi pendidikan mestinya tidak hanya berkutat pada masalah pengajaran saja. Menurutnya, evaluasi pendidikan juga harus mencakup masalah seperti tujuan pendidikan, metode, sarana, guru, dan lainnnya. Untuk itu, menurut Janan, dalam evaluasi pendidikan paling tidak dikenal tiga jenis evaluasi yaitu: Evaluasi pendidikan, Evaluasi hasil belajar, dan Evaluasi kurikulum .
C. Sasaran Evaluasi
Yang dimaksud dengan sasaran evaluasi pendidikan ialah segala sesuatu yang dijadikan titik pusat perhatian/pengamatan. Salah satu cara untuk mengetahui objek dari evaluasi pendidikan adalah dengan jalan menyorotinya dari tiga aspek, yaitu input, transformasi, dan output .
1. Input
Dalam dunia pendidikan, khususnya dalam proses pembelajaran di sekolah, input tidak lain adalah calon siswa. Calon siswa sebagai pribadi yang utuh, dapat ditinjau dari segi yang menghasilkan bermacam-macam bentuk tes yang digunakan sebagai alat untuk mengukur. Aspek yang bersifat rohani setidak-tidaknya mencakup empat hal:
a. Kemampuan
Untuk dapat mengikuti program pendidikan suatu lembaga/sekolah/institusi maka calon peserta didik harus memiliki kemampuan yang sepadan atau memadai, sehingga nantinya peserta didik tidak akan mengalami hambatan atau kesulitan.
b. Kepribadian
Kepribadian adalah sesuatu yang terdapat pada diri manusia dan menampakkan bentuknya dalam tingkah laku. Dalam hal-hal tertentu, informasi tentang kepribadian sangat diperlukan, sebab baik-buruknya kepribadian secara psikologis akan dapat mempengaruhi mereka dalam mengikuti program pendidikan. Alat untuk mengetahui kepribadian seseorang disebut Personality Test.
c. Sikap
Sebenarnya sikap ini merupakan bagian dari tingkah laku manusia sebagai gejala atau gambaran kepribadian yang memancar keluar. Namun karena sikap ini merupakan sesuatu yang paling menonjol dan sangat dibutuhkan dalam pergaulan maka informasi mengenai sikap seseorang penting sekali. Alat untuk mengetahui keadaan sikap seseorang dinamakan Attitude Test.
d. Inteligensi
Untuk mengetahui tingkat inteligensi seseorang digunakan tes inteligensi yang sudah banyak diciptakan oleh para ahli. Seperti, tes Binet-Simon (buatan Binet dan Simon), SPM, Tintum, dsb. Dari hasil tes akan diketahui IQ (Intelligence Qoutient) yaitu angka yang menunjukkan tinggi rendahnya inteligensi seseorang tersebut.
2. Transformasi
Transformasi yang dapat diibaratkan sebagai “mesin pengolah bahan mentah menjadi bahan jadi”, akan memegang peranan yang sangat penting. Ia dapat menjadi faktor penentu yang dapat menyebabkan keberhasilan atau kegagalan dalam upaya pencapaian tujuan pendidikan yang telah ditentukan; karena itu objek-objek yang termasuk dalam transformasi itu perlu dinilai/dievaluasi secara berkesinambungan. Unsur-unsur dalam transformasi yang menjadi objek penilaian demi diperolehnya hasil pendidikan yang diharapkan antara lain:
a. Kurikulum/materi pelajaran,
b. Metode pengajaran dan cara penilaian,
c. Sarana pendidikan/media pendidikan,
d. Sistem administrasi,
e. Guru dan personal lainnya dalam proses pendidikan.
3. Output
Sasaran evaluasi dari segi output adalah tingkat pencapaian atau prestasi belajar yang berhasil diraih peserta didik setelah mereka terlibat dalam proses pendidikan selama jangka waktu yang telah ditentukan. Ranah yang biasa digunakan adalah tiga trikhotomik Benyamin Bloom, yaitu kognitif, Afektif dan psikomotor.
Sasaran di atas, merupakan obyek dari evaluasi pendidikan, evaluasi pengajaran dan evaluasi kurikulum. Akan tetapi untuk evaluasi kebijakan, sasarannya adalah kebijakan yang telah diputuskan dan diimplementasikan. Evaluasi ini meliputi dasar kebijakan, desain, implementasi, dan hasilnya. Sedangkan evaluasi meta, sasarannya adalah proses atau kegiatan evaluasi itu sendiri .
D. Tujuan dan Fungsi Evaluasi
Menurut Anas Sudijono, tujuan evaluasi adalah, pertama, untuk mencari informasi atau bukuti-bukti tentang sejauhmana kegiatan-kegiatan yang dilakukan telah mencapai tujuan, atau sejauhmana batas kemampuan yang telah dicapai oleh seseorang atau sebuah lembaga. Kedua, untuk mengetahui sejauhmana efektifitas cara dan proses yang ditempuh untuk mencapai tujuan tersebut .
Adapun fungsi evaluasi, menurut Abudin Nata adalah :
  1. Mengetahui tercapai tidaknya tujuan
  2. Memberi umpan balik bagi guru dalam melakukan proses pembelajaran.
  3. Untuk menentukan kemajuan belajar
  4. Untuk mengenal peserta didik yang mengalami kesulitan
  5. Untuk menempatkan murid dalam situasi belajar yang tepat
  6. Bagi pendidik, untuk mengatur proses pembelajaran. Bagi peserta didik untuk mengetahui kemampuan yang telah dicapai, bagi masyarakat untuk mengetahui berhasil tidaknya pelaksanaan program.
Selain itu, ada beberapa fungsi lain yang bisa disebut, yaitu: fungsi seleksi, fungsi penempatan, fungsi pengukur keberhasilan dan fungsi diagnosis .
E. Validitas dan Realibilitas Evaluasi
Evaluasi berkaitan dengan apa yang dievaluasi dan apa yang digunakan untuk mencari informasi, yang kemudian disebut sebagai alat evaluasi. Penggunaan alat inilah yang memunculkan informasi-informasi tentang karakteristik apa yang dievaluasi. Maka muncul sebuah pertanyaan mendasar tentang sejauhmana informasi yang diperoleh tersebut dapat dipercaya?  Untuk mengungkap aspek-aspek yang hendak diteliti, maka diperlukan alat ukur yang baik dan berkualitas. Sebuah alat yang baik sebagaimana disampaikan oleh Syaifuddin Azwar harus memiliki beberapa kriteria antara lain valid, reliable, standar, ekonomis dan praktis.
Apabila evaluasi dilaksanakan dengan menggunakan tes, maka sebuah tes dikatakan valid jika ia memang mengukur apa yang seharusnya diukur. Misal, untuk mengukur panas, alat ukurnya adalah termometer, bukan timbangan. Dengan demikian thermometer itu memang mengukur panas. Jadi benar-benar mengukur apa yang seharusnya. Validitas merupakan penilaian menyeluruh dimana bukti empiris dan logika teori mendukung pengambilan keputusan serta tindakan berdasarkan skor tes atau model-model penilaian yang lain. Menurut Allen & Yen validitas tes dapat dibagi kedalam tiga kelompok utama yaitu : (1) validitas isi (content validity), (2) validitas konstruk (construct validity) dan (3) validitas kriteria (criterion related validity) .
Reliabilitas diterjemahkan dari kata reliability. Menurut John M. Echols dan Hasan Shadily reliabilitas adalah hal yang dapat dipercaya. Reliabilitas menunjukkan sejauhmana hasil pengukuran dengan alat tersebut dapat dipercaya. Kepercayaan itu dalam artian alat ukur tersebut memiliki tingkat konsistensi, keajegan dan kemantapan. Sebuah alat ukur yang ajeg, maksudnya adalah patokan ukurannya tidak berubah-ubah. Sebuah alat ukur dikatakan reliabel jika skor yang diperoleh oleh peserta relatif sama meskipun dilakukan pengukuran berulang-ulang .
F. Teknik Evaluasi
Teknik evaluasi adalah cara yang dilakukan untuk melakukaan evaluasi. Untuk evaluasi pendidikan yang termasuk di dalamnya evaluasi terhadap program pendidikan suatu lembaga, tujuan, sarana, efektifitas, kurikulum dan lain-lainnya bisa dilakukan dengan teknik evaluasi program.
Sebagai contoh adalah Model CIPP (Context, Input, Process dan Product) yang bertitik tolak pada pandangan bahwa keberhasilan program pendidikan dipengaruhi oleh berbagai faktor, seperti : karakteristik peserta didik dan lingkungan, tujuan program dan peralatan yang digunakan, prosedur dan mekanisme pelaksanaan program itu sendiri. Evaluasi model ini bermaksud membandingkan kinerja (performance) dari berbagai dimensi program dengan sejumlah kriteria tertentu, untuk akhirnya sampai pada deskripsi dan judgment mengenai kekuatan dan kelemahan program yang dievaluasi. Model ini kembangkan oleh Stufflebeam  menggolongkan program pendidikan atas empat dimensi, yaitu : Context, Input, Process dan Product. Menurut model ini keempat dimensi program tersebut perlu dievaluasi sebelum, selama dan sesudah program pendidikan dikembangkan. Penjelasan singkat dari keempat dimensi tersebut adalah, sebagai berikut :
1. Context; yaitu situasi atau latar belakang yang mempengaruhi jenis-jenis tujuan dan strategi pendidikan yang akan dikembangkan dalam program yang bersangkutan, seperti : kebijakan departemen atau unit kerja yang bersangkutan, sasaran yang ingin dicapai oleh unit kerja dalam kurun waktu tertentu, masalah ketenagaan yang dihadapi dalam unit kerja yang bersangkutan, dan sebagainya.
2. Input; bahan, peralatan, fasilitas yang disiapkan untuk keperluan pendidikan, seperti : dokumen kurikulum, dan materi pembelajaran yang dikembangkan, staf pengajar, sarana dan pra sarana, media pendidikan yang digunakan dan sebagainya.
3. Process; pelaksanaan nyata dari program pendidikan tersebut, meliputi : pelaksanaan proses belajar mengajar, pelaksanaan evaluasi yang dilakukan oleh para pengajar, penglolaan program, dan lain-lain.
4. Product; keseluruhan hasil yang dicapai oleh program pendidikan, mencakup jangka pendek dan jangka lebih panjang.
Sedangkan untuk evaluasi pembelajaran ada dua teknik yang sering digunakan untuk mengukur hasil belajar yaitu dengan tes dan nontes. Sebagai salah satu alat untuk mengkuantifikasi sampel prilaku, maka para ahli memberikan berbagai macam klasifikasi tes yang berbeda tergantung perspektif sang ahli tersebut. Dan jika ditinjau dari cara mengajukan pertanyaan, akan ada dua tes yaitu tes tertulis dan tes lisan .
G. Ihtiar Membangun Teknik Evaluasi Ideal untuk Pendidikan Islam
Dalam Pendidikan Islam ada karakteristik yang sama dengan pendidikan secara umum, akan tetapi dalam hal-hal tertentu mempunyai karakter yang spesifik. Oleh karena itu, dalam evaluasi, ada yang bisa menggunakan cara yang dipakai secara umum dalam dunia pendidikan, akan tetapi dalam hal-hal tertentu harus mengembangkan sendiri model evaluasi yang sesuai. Sebagai contoh adalah Pendidikan Agama Islam. Hasil dari pendidikan agama ini adalah kualitas keberagamaan siswa. Keberagamaan adalah agama sebagaimana diterima oleh siswa dalam pikirannya, perasaannya dan tindakannya. Gambaran keberagamaan seseorang ini secara terperinci disebut peta keberagamaan atau psikografi agama yang  meliputi dimensi ideologis, ritualistik, konsekuensial, eksperiensial dan intelektual.
Lima dimensi keberagamaan yang dirumuskan oleh Glock & Stark itu banyak dipakai oleh ahli psikologi dan sosiologi. Rumusan itu melihat keberagamaan tidak hanya dari dimensi ritual semata tetapi juga pada dimensi-dimensi lain. Ancok menilai, meskipun tidak sepenuhnya sama, lima dimensi keberagamaan rumusan itu bisa disejajarkan dengan konsep Islam. Dimensi ideologis bisa disejajarkan dengan akidah, dimensi ritualistik bisa disejajarkan dengan syari’ah, khususnya ibadah dan dimensi konsekuensial bisa disejajarkan dengan akhlak. Akidah, syari’ah dan akhlak menurut sebagian besar pemikir Islam adalah inti dari ajaran Islam. Dimensi intelektual mempunyai peran yang cukup penting pula karena pelaksanaan dimensi-dimensi lain sangat membutuhkan pengetahuan terlebih dahulu. Sedangkan dimensi eksperiensial dapat disejajarkan dengan dimensi tasawuf atau dimensi mistik.
Evaluasi Pendidikan Agama tentunya berbicara tentang apa yang bisa dan harus diukur/dievaluasi dalam diri siswa sebagai hasil dari proses Pendidikan Agama. Selama ini, pengembangan instrument evaluasi didasarkan pada tiga domain Bloom: kognitif, afektif dan psikomotor.


BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Evaluasi pada hakikatnya adalah upaya untuk mencari informasi apakah proses, tujuan, kebijakan, atau kondisi yang diinginkan telah dicapai. Untuk mengetahui ini perlu ditentukan apa sesungguhnya sasaran yang dievaluasi, beserta domain, dimensi serta indikator-indikatornya. Lalu bagaimana teknik yang valid dan reliable untuk bisa digunakan menggali informasi.
Pendidikan Islam merupakan sistem yang memiliki beberapa karakteristik berbeda dengan pendidikan pada umumnya, terutama karena agama (Islam) tidak sekedar menjadi mata pelajaran, tetapi paradigma yang melandasi dasar dan tujuannya. Oleh karena itu harus mengembangkan sendiri evaluasi yang sesuai dengan karakternya sendiri. Model, teknik dan instrumen evaluasi yang tidak tepat akan melahirkan informasi dan keputusan yang tidak tepat juga, sehingga tidak akan memberikan informasi yang tepat terhadap pencapaian tujuan-tujuan Pendidikan Islam yang sesungguhnya.
B.     Saran
Setelah penulis melakukan pembuatan makalah ini ,kami dapat menyarankan sebagai berikut :
-          Sebagai calon pendidik kita harus pintar mengevalusi khususnya diri sendiri dan mengembangkan Kurikulum tersebut dengan sebaik mungkin.
-          Yang tidak kalah pentingnya dari evaluasi tesebut adalah pengaplikasiannya ,jangan sampai hanya teori saja dan sebagai bahan percobaan .














Daftar Isi

Anas Sudijono, Pengantar Evaluasi Pendidikan, (Raja Grafindo: Jakarta,  2006), hlm. 4. Lihat juga Suharsimi Arikunto, Dasar-dasar Evaluasi Pendidikan, (Jakarta: PT. Bumi Aksara, 2008), hlm.2
Jemari Mardapi, Teknik Penyusunan Instrumen Tes dan Nontes, (Yogjakarta: Mitra Cendekia Press, 2008), hlm 6.
Ibid, hlm. 14. Lihat juga Norman E. Gronlund, How to Make Achievment Tests and Assessments, (Boston: Allyn and Bacon, 1993), hlm 12.
Suharsimi Arikunto, Dasar-dasar Evaluasi Pendidikan, hlm 3.
 Anas Sudijono, Pengantar Evaluasi Pendidikan, hlm.30.
. Janan Asifuddin, Mengungkit Pilar-pilar Pendidikan, Tinjauan Filosofis, (Yogjakarta: Suka-Press, 2009), hlm. 131.
Anas Sudijono, Pengantar Evaluasi Pendidikan, hlm. 25-28
Noeng Muhadjir, Metodologi Penelitian Kebijakan hlm. 219.
Farida Yususf Thayibnapis, Evaluasi Program), hlm. 176.
Anas Sudijono, Pengantar Evaluasi Pendidikan, hlm. 18
Abudin Nata, Filsafat Pendidikan Islam (Jakarta:Logos, 2005) hlm. 188
 Suharsimi Arikunto, Dasar-dasar Evaluasi Pendidikan, hlm 10-11.
 Mary J. Allen & Wendy M. Yen, Introduction to Measurement Theory, (California: Cole Publishing Company, 1997). Hlm. 95.
John M. Echols dan Hasan Shadily, Kamus Inggris-Indonesia, (Jakarta: Gramedia, 2003), hlm. 475.
Saefudin Azwar, Reliabilitas dan Validitas,(Yogjakarta: Pustaka Pelajar,cet. IV 2003), hlm.4-5.
H.J.X. Fernandes, Evaluation of Educational Programs, (Jakarta: National Education Planning, Evaluation and Curriculum, 1984), hlm. 7-11. Lihat juga Farida Yusuf Thayibnapis, Evaluasi Program, hlm. 13-26.
Anas Sudijono, Pengantar Evaluasi Pendidikan, hlm. 17-24
Roland Robertson, Sociology of Religion Selected Reading, (New York: Penguin Book, 1978), hlm. 256-258 .
 Jamaludin Ancok, Psikologi Islami, (Yogjakarta: Pustaka Pelajar, 1994), hlm. 76-80
http://id.shvoong.com/social-sciences/education/1956775-evaluasi-dalam-islam/

evaluasi pai

BAB II
PEMBAHASAN
A.    Pengertian
Menurut bahasa, kata evaluasi berasal dari bahasa Inggris “evalution”, yang berarti penilaian atau penaksiran. (John M. Echts dan Hasan Shadily, 1983 : 220). Sedangkan menurut pengertian istilah evaluasi merupakan kegiatan yang terencana untuk mengetahui keadaan sesuatu obyek dengan menggunakan intrument dan hasilnya dibandingkan dengan tolak ukur memperoleh kesimpulan.
Evaluasi seyogyanya tidak memberikan jawaban terhadap suatu pertanyaan khusus. Bukanlah tugas evalutor memberikan rekomendasi tentang kemanfaatan suatu program dan dilanjutkan atau tidak. Evalutor tidak dapat memberikan pertimbangan kepada pihak lain, seperti halnya seorang pembimbing tidak dapat memilihkan karier seorang murid. Tugas evalutor hanya memberikan alternatif. Evaluasi merupakan suatu proses terus menerus, sehingga didalam proses didalamnya memungkinkan untuk merevisi apabila dirasakan ada suatu kesalahan-kesalahan. Tujuan dan Fungsi Evaluasi Pendidikan Islam Secara rasional filosofis, pendidikan Islam bertugas untuk membentuk al-Insan al-Kamil atau manusia paripurna. Oleh karena itu, hendaknya di arahkan pada dua dimensi, yaitu : dimensi dialektikal horitontal, dan dimensi ketundukan vertikal.
Dalam pendidikan Islam, tujuan evaluasi lebih ditekankan pada penguasaan sikap (afektif dan psikomotor) ketimbang asfek kogritif. Penekanan ini bertujuan untuk mengetahui kemampuan peserta didik yang secara besarnya meliputi empat hal, yaitu : Sikap dan pengalaman terhadap hubungan pribadinya dengan Tuhannya. Sikap dan pengalaman terhadap arti hubungan dirinya dengan masyarakat. Sikap dan pengalaman terhadap arti hubungan kehidupannya dengan alam sekitarnya. Sikap dan pandangan terhadap diri sendiri selaku hamba Allah, anggota masyarakat, serta khalifah Allah SWT. Dari keempat dasar tersebut di atas, dapat dijabarkan dalam beberapa klasifikasi kemampuan teknis, yaitu : Sejauh mana loyalitas dan pengabdiannya kepada Allah dengan indikasi-indikasi lahiriah berupa tingkah laku yang mencerminkan keimanan dan ketaqwaan kepada Allah SWT. Sejauh mana peserta didik dapat menerapkan nilai-nilai agamanya da kegiatan hidup bermasyarakt, seperti ahlak yang mulia dan disiplin. Bagaimana peserta didik berusaha mengelola dan memelihara, serta menyesuaikan diri dengan alam sekitarnya, apakah ia merusak ataukah memberi makna bagi kehidupannya dan masyarakat dimana ia berada. Bagaimana dan sejauh mana ia memandang diri sendiri sebagai hamba Allah dalam menghadapi kenyataan masyarakat yang beraneka ragam budaya, suku dan agama. Sedangkan menurut Muchtar Buchari M. Eb, mengemukakan, ada dua tujuan evaluasi : Untuk mengetahui kemajuan belajar peserta didik setelah menyadari pendidikan selama jangka waktu tertentu. Untuk mengetahui tingkah efisien metode pendidikan yang dipergunakan dalam jangka waktu tertentu. Fungsi evaluasi adalah membantu anak didik agar ia dapat mengubah atau mengembangkan tingkah lakunya secara sadar, serta memberi bantuan kepadanya cara meraih suatu kepuasan bila berbuat sebagaimana mestinya. Bagi pendidik, evaluasi berguna untuk mengatur keberhasilan proses belajar mengajar bagi peserta didik berguna untuk mengetahui bahan pelajaran yang diberikan dan di kuasai, dan bagi masyarakat untuk mengetahui berhasil atau tidaknya program-program yang dilaksanakan. Untuk memberikan umpan balik kepada guru sebagai dasar untuk memperbaiki proses belajar mengajar dan mengadakan program remedial bagi murid. Untuk menentukan angka kemajuan atau hasil belajar.
Untuk menempatkan murid dalam situasi belajar mengajar yang tepat. Untuk mengenal latar belakang murid yang mengalami kesulitan-kesulitan belajar. Prinsip-prinsip Evaluasi Pendidikan Islam
Evaluasi merupakan penilaian tentang suatu aspek yang dihubungkan dengan situasi aspek lainnya, sehingga diperoleh gambaran yang menyeluruh jika ditinjau dari beberapa segi. Oleh karena itu dalam melaksanakan evaluasi harus memperhatikan berbagai prinsip antara lain : Prinsip Kesinambungan (kontinuitas)
Dalam ajaran Islam, sangat memperhatikan prinsip kontinuitas, karena dengan berpegang pada prinsip ini, keputusan yang diambil oleh seseorang menjadi valid dan stabil (Q.S. 46 : 13-14). Prinsip Menyeluruh (komprehensif) Prinsip yang melihat semua aspek, meliputi kepribadian, ketajaman hafalan, pemahaman ketulusan, kerajinan, sikap kerjasama, tanggung jawab (Q.S. 99 : 7-8). Prinsip Objektivitas
Dalam mengevaluasi berdasarkan kenyataan yang sebenarnya, tidak boleh dipengaharui oleh hal-hal yang bersifat emosional dan irasional. Allah SWT memerintahkan agar seseorang berlaku adil dalam mengevaluasi. Jangan karena kebencian menjadikan ketidak objektifan evaluasi yang dilakukan (Q.S. : 8), Nabi SAW pernah bersabda : “Andai kata Fatimah binti Muhammad itu mencuri, niscaya aku tidak segan-segan untuk memotong kedua tangannya”. Demikian pula halnya dengan Umar bin Khottob yang mencambuk anaknya karena ia berbuat zina. Prinsip ini dapat ditetapkan bila penyelenggarakan pendidikan mempunyai sifat sidiq, jujur, ikhlas, ta’awun, ramah, dan lainnya.
B. Ruang Lingkup dan Jenis Evaluasi
Anas Sudijono membagi lingkup evaluasi dalam bidang pendidikan di sekolah menjadi tiga, yaitu:
(1). Evaluasi mengenai program pengajaran,
(2). Evaluasi mengenai proses pelaksanaan pengajaran,
(3). Evaluasi mengenai hasil belajar .
Pembagian ini terasa sempit,  karena hanya melingkupi proses pembelajaran saja. Dalam konteks yang lebih luas A. Janan Asifuddin menilai bahwa evaluasi pendidikan mestinya tidak hanya berkutat pada masalah pengajaran saja. Menurutnya, evaluasi pendidikan juga harus mencakup masalah seperti tujuan pendidikan, metode, sarana, guru, dan lainnnya. Untuk itu, menurut Janan, dalam evaluasi pendidikan paling tidak dikenal tiga jenis evaluasi yaitu: Evaluasi pendidikan, Evaluasi hasil belajar, dan Evaluasi kurikulum .
C. Sasaran Evaluasi
Yang dimaksud dengan sasaran evaluasi pendidikan ialah segala sesuatu yang dijadikan titik pusat perhatian/pengamatan. Salah satu cara untuk mengetahui objek dari evaluasi pendidikan adalah dengan jalan menyorotinya dari tiga aspek, yaitu input, transformasi, dan output .
1. Input
Dalam dunia pendidikan, khususnya dalam proses pembelajaran di sekolah, input tidak lain adalah calon siswa. Calon siswa sebagai pribadi yang utuh, dapat ditinjau dari segi yang menghasilkan bermacam-macam bentuk tes yang digunakan sebagai alat untuk mengukur. Aspek yang bersifat rohani setidak-tidaknya mencakup empat hal:
a. Kemampuan
Untuk dapat mengikuti program pendidikan suatu lembaga/sekolah/institusi maka calon peserta didik harus memiliki kemampuan yang sepadan atau memadai, sehingga nantinya peserta didik tidak akan mengalami hambatan atau kesulitan.
b. Kepribadian
Kepribadian adalah sesuatu yang terdapat pada diri manusia dan menampakkan bentuknya dalam tingkah laku. Dalam hal-hal tertentu, informasi tentang kepribadian sangat diperlukan, sebab baik-buruknya kepribadian secara psikologis akan dapat mempengaruhi mereka dalam mengikuti program pendidikan. Alat untuk mengetahui kepribadian seseorang disebut Personality Test.
c. Sikap
Sebenarnya sikap ini merupakan bagian dari tingkah laku manusia sebagai gejala atau gambaran kepribadian yang memancar keluar. Namun karena sikap ini merupakan sesuatu yang paling menonjol dan sangat dibutuhkan dalam pergaulan maka informasi mengenai sikap seseorang penting sekali. Alat untuk mengetahui keadaan sikap seseorang dinamakan Attitude Test.
d. Inteligensi
Untuk mengetahui tingkat inteligensi seseorang digunakan tes inteligensi yang sudah banyak diciptakan oleh para ahli. Seperti, tes Binet-Simon (buatan Binet dan Simon), SPM, Tintum, dsb. Dari hasil tes akan diketahui IQ (Intelligence Qoutient) yaitu angka yang menunjukkan tinggi rendahnya inteligensi seseorang tersebut.
2. Transformasi
Transformasi yang dapat diibaratkan sebagai “mesin pengolah bahan mentah menjadi bahan jadi”, akan memegang peranan yang sangat penting. Ia dapat menjadi faktor penentu yang dapat menyebabkan keberhasilan atau kegagalan dalam upaya pencapaian tujuan pendidikan yang telah ditentukan; karena itu objek-objek yang termasuk dalam transformasi itu perlu dinilai/dievaluasi secara berkesinambungan. Unsur-unsur dalam transformasi yang menjadi objek penilaian demi diperolehnya hasil pendidikan yang diharapkan antara lain:
a. Kurikulum/materi pelajaran,
b. Metode pengajaran dan cara penilaian,
c. Sarana pendidikan/media pendidikan,
d. Sistem administrasi,
e. Guru dan personal lainnya dalam proses pendidikan.
3. Output
Sasaran evaluasi dari segi output adalah tingkat pencapaian atau prestasi belajar yang berhasil diraih peserta didik setelah mereka terlibat dalam proses pendidikan selama jangka waktu yang telah ditentukan. Ranah yang biasa digunakan adalah tiga trikhotomik Benyamin Bloom, yaitu kognitif, Afektif dan psikomotor.
Sasaran di atas, merupakan obyek dari evaluasi pendidikan, evaluasi pengajaran dan evaluasi kurikulum. Akan tetapi untuk evaluasi kebijakan, sasarannya adalah kebijakan yang telah diputuskan dan diimplementasikan. Evaluasi ini meliputi dasar kebijakan, desain, implementasi, dan hasilnya. Sedangkan evaluasi meta, sasarannya adalah proses atau kegiatan evaluasi itu sendiri .
D. Tujuan dan Fungsi Evaluasi
Menurut Anas Sudijono, tujuan evaluasi adalah, pertama, untuk mencari informasi atau bukuti-bukti tentang sejauhmana kegiatan-kegiatan yang dilakukan telah mencapai tujuan, atau sejauhmana batas kemampuan yang telah dicapai oleh seseorang atau sebuah lembaga. Kedua, untuk mengetahui sejauhmana efektifitas cara dan proses yang ditempuh untuk mencapai tujuan tersebut .
Adapun fungsi evaluasi, menurut Abudin Nata adalah :
  1. Mengetahui tercapai tidaknya tujuan
  2. Memberi umpan balik bagi guru dalam melakukan proses pembelajaran.
  3. Untuk menentukan kemajuan belajar
  4. Untuk mengenal peserta didik yang mengalami kesulitan
  5. Untuk menempatkan murid dalam situasi belajar yang tepat
  6. Bagi pendidik, untuk mengatur proses pembelajaran. Bagi peserta didik untuk mengetahui kemampuan yang telah dicapai, bagi masyarakat untuk mengetahui berhasil tidaknya pelaksanaan program.
Selain itu, ada beberapa fungsi lain yang bisa disebut, yaitu: fungsi seleksi, fungsi penempatan, fungsi pengukur keberhasilan dan fungsi diagnosis .
E. Validitas dan Realibilitas Evaluasi
Evaluasi berkaitan dengan apa yang dievaluasi dan apa yang digunakan untuk mencari informasi, yang kemudian disebut sebagai alat evaluasi. Penggunaan alat inilah yang memunculkan informasi-informasi tentang karakteristik apa yang dievaluasi. Maka muncul sebuah pertanyaan mendasar tentang sejauhmana informasi yang diperoleh tersebut dapat dipercaya?  Untuk mengungkap aspek-aspek yang hendak diteliti, maka diperlukan alat ukur yang baik dan berkualitas. Sebuah alat yang baik sebagaimana disampaikan oleh Syaifuddin Azwar harus memiliki beberapa kriteria antara lain valid, reliable, standar, ekonomis dan praktis.
Apabila evaluasi dilaksanakan dengan menggunakan tes, maka sebuah tes dikatakan valid jika ia memang mengukur apa yang seharusnya diukur. Misal, untuk mengukur panas, alat ukurnya adalah termometer, bukan timbangan. Dengan demikian thermometer itu memang mengukur panas. Jadi benar-benar mengukur apa yang seharusnya. Validitas merupakan penilaian menyeluruh dimana bukti empiris dan logika teori mendukung pengambilan keputusan serta tindakan berdasarkan skor tes atau model-model penilaian yang lain. Menurut Allen & Yen validitas tes dapat dibagi kedalam tiga kelompok utama yaitu : (1) validitas isi (content validity), (2) validitas konstruk (construct validity) dan (3) validitas kriteria (criterion related validity) .
Reliabilitas diterjemahkan dari kata reliability. Menurut John M. Echols dan Hasan Shadily reliabilitas adalah hal yang dapat dipercaya. Reliabilitas menunjukkan sejauhmana hasil pengukuran dengan alat tersebut dapat dipercaya. Kepercayaan itu dalam artian alat ukur tersebut memiliki tingkat konsistensi, keajegan dan kemantapan. Sebuah alat ukur yang ajeg, maksudnya adalah patokan ukurannya tidak berubah-ubah. Sebuah alat ukur dikatakan reliabel jika skor yang diperoleh oleh peserta relatif sama meskipun dilakukan pengukuran berulang-ulang .
F. Teknik Evaluasi
Teknik evaluasi adalah cara yang dilakukan untuk melakukaan evaluasi. Untuk evaluasi pendidikan yang termasuk di dalamnya evaluasi terhadap program pendidikan suatu lembaga, tujuan, sarana, efektifitas, kurikulum dan lain-lainnya bisa dilakukan dengan teknik evaluasi program.
Sebagai contoh adalah Model CIPP (Context, Input, Process dan Product) yang bertitik tolak pada pandangan bahwa keberhasilan program pendidikan dipengaruhi oleh berbagai faktor, seperti : karakteristik peserta didik dan lingkungan, tujuan program dan peralatan yang digunakan, prosedur dan mekanisme pelaksanaan program itu sendiri. Evaluasi model ini bermaksud membandingkan kinerja (performance) dari berbagai dimensi program dengan sejumlah kriteria tertentu, untuk akhirnya sampai pada deskripsi dan judgment mengenai kekuatan dan kelemahan program yang dievaluasi. Model ini kembangkan oleh Stufflebeam  menggolongkan program pendidikan atas empat dimensi, yaitu : Context, Input, Process dan Product. Menurut model ini keempat dimensi program tersebut perlu dievaluasi sebelum, selama dan sesudah program pendidikan dikembangkan. Penjelasan singkat dari keempat dimensi tersebut adalah, sebagai berikut :
1. Context; yaitu situasi atau latar belakang yang mempengaruhi jenis-jenis tujuan dan strategi pendidikan yang akan dikembangkan dalam program yang bersangkutan, seperti : kebijakan departemen atau unit kerja yang bersangkutan, sasaran yang ingin dicapai oleh unit kerja dalam kurun waktu tertentu, masalah ketenagaan yang dihadapi dalam unit kerja yang bersangkutan, dan sebagainya.
2. Input; bahan, peralatan, fasilitas yang disiapkan untuk keperluan pendidikan, seperti : dokumen kurikulum, dan materi pembelajaran yang dikembangkan, staf pengajar, sarana dan pra sarana, media pendidikan yang digunakan dan sebagainya.
3. Process; pelaksanaan nyata dari program pendidikan tersebut, meliputi : pelaksanaan proses belajar mengajar, pelaksanaan evaluasi yang dilakukan oleh para pengajar, penglolaan program, dan lain-lain.
4. Product; keseluruhan hasil yang dicapai oleh program pendidikan, mencakup jangka pendek dan jangka lebih panjang.
Sedangkan untuk evaluasi pembelajaran ada dua teknik yang sering digunakan untuk mengukur hasil belajar yaitu dengan tes dan nontes. Sebagai salah satu alat untuk mengkuantifikasi sampel prilaku, maka para ahli memberikan berbagai macam klasifikasi tes yang berbeda tergantung perspektif sang ahli tersebut. Dan jika ditinjau dari cara mengajukan pertanyaan, akan ada dua tes yaitu tes tertulis dan tes lisan .
G. Ihtiar Membangun Teknik Evaluasi Ideal untuk Pendidikan Islam
Dalam Pendidikan Islam ada karakteristik yang sama dengan pendidikan secara umum, akan tetapi dalam hal-hal tertentu mempunyai karakter yang spesifik. Oleh karena itu, dalam evaluasi, ada yang bisa menggunakan cara yang dipakai secara umum dalam dunia pendidikan, akan tetapi dalam hal-hal tertentu harus mengembangkan sendiri model evaluasi yang sesuai. Sebagai contoh adalah Pendidikan Agama Islam. Hasil dari pendidikan agama ini adalah kualitas keberagamaan siswa. Keberagamaan adalah agama sebagaimana diterima oleh siswa dalam pikirannya, perasaannya dan tindakannya. Gambaran keberagamaan seseorang ini secara terperinci disebut peta keberagamaan atau psikografi agama yang  meliputi dimensi ideologis, ritualistik, konsekuensial, eksperiensial dan intelektual.
Lima dimensi keberagamaan yang dirumuskan oleh Glock & Stark itu banyak dipakai oleh ahli psikologi dan sosiologi. Rumusan itu melihat keberagamaan tidak hanya dari dimensi ritual semata tetapi juga pada dimensi-dimensi lain. Ancok menilai, meskipun tidak sepenuhnya sama, lima dimensi keberagamaan rumusan itu bisa disejajarkan dengan konsep Islam. Dimensi ideologis bisa disejajarkan dengan akidah, dimensi ritualistik bisa disejajarkan dengan syari’ah, khususnya ibadah dan dimensi konsekuensial bisa disejajarkan dengan akhlak. Akidah, syari’ah dan akhlak menurut sebagian besar pemikir Islam adalah inti dari ajaran Islam. Dimensi intelektual mempunyai peran yang cukup penting pula karena pelaksanaan dimensi-dimensi lain sangat membutuhkan pengetahuan terlebih dahulu. Sedangkan dimensi eksperiensial dapat disejajarkan dengan dimensi tasawuf atau dimensi mistik.
Evaluasi Pendidikan Agama tentunya berbicara tentang apa yang bisa dan harus diukur/dievaluasi dalam diri siswa sebagai hasil dari proses Pendidikan Agama. Selama ini, pengembangan instrument evaluasi didasarkan pada tiga domain Bloom: kognitif, afektif dan psikomotor.


BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Evaluasi pada hakikatnya adalah upaya untuk mencari informasi apakah proses, tujuan, kebijakan, atau kondisi yang diinginkan telah dicapai. Untuk mengetahui ini perlu ditentukan apa sesungguhnya sasaran yang dievaluasi, beserta domain, dimensi serta indikator-indikatornya. Lalu bagaimana teknik yang valid dan reliable untuk bisa digunakan menggali informasi.
Pendidikan Islam merupakan sistem yang memiliki beberapa karakteristik berbeda dengan pendidikan pada umumnya, terutama karena agama (Islam) tidak sekedar menjadi mata pelajaran, tetapi paradigma yang melandasi dasar dan tujuannya. Oleh karena itu harus mengembangkan sendiri evaluasi yang sesuai dengan karakternya sendiri. Model, teknik dan instrumen evaluasi yang tidak tepat akan melahirkan informasi dan keputusan yang tidak tepat juga, sehingga tidak akan memberikan informasi yang tepat terhadap pencapaian tujuan-tujuan Pendidikan Islam yang sesungguhnya.
B.     Saran
Setelah penulis melakukan pembuatan makalah ini ,kami dapat menyarankan sebagai berikut :
-          Sebagai calon pendidik kita harus pintar mengevalusi khususnya diri sendiri dan mengembangkan Kurikulum tersebut dengan sebaik mungkin.
-          Yang tidak kalah pentingnya dari evaluasi tesebut adalah pengaplikasiannya ,jangan sampai hanya teori saja dan sebagai bahan percobaan .














Daftar Isi

Anas Sudijono, Pengantar Evaluasi Pendidikan, (Raja Grafindo: Jakarta,  2006), hlm. 4. Lihat juga Suharsimi Arikunto, Dasar-dasar Evaluasi Pendidikan, (Jakarta: PT. Bumi Aksara, 2008), hlm.2
Jemari Mardapi, Teknik Penyusunan Instrumen Tes dan Nontes, (Yogjakarta: Mitra Cendekia Press, 2008), hlm 6.
Ibid, hlm. 14. Lihat juga Norman E. Gronlund, How to Make Achievment Tests and Assessments, (Boston: Allyn and Bacon, 1993), hlm 12.
Suharsimi Arikunto, Dasar-dasar Evaluasi Pendidikan, hlm 3.
 Anas Sudijono, Pengantar Evaluasi Pendidikan, hlm.30.
. Janan Asifuddin, Mengungkit Pilar-pilar Pendidikan, Tinjauan Filosofis, (Yogjakarta: Suka-Press, 2009), hlm. 131.
Anas Sudijono, Pengantar Evaluasi Pendidikan, hlm. 25-28
Noeng Muhadjir, Metodologi Penelitian Kebijakan hlm. 219.
Farida Yususf Thayibnapis, Evaluasi Program), hlm. 176.
Anas Sudijono, Pengantar Evaluasi Pendidikan, hlm. 18
Abudin Nata, Filsafat Pendidikan Islam (Jakarta:Logos, 2005) hlm. 188
 Suharsimi Arikunto, Dasar-dasar Evaluasi Pendidikan, hlm 10-11.
 Mary J. Allen & Wendy M. Yen, Introduction to Measurement Theory, (California: Cole Publishing Company, 1997). Hlm. 95.
John M. Echols dan Hasan Shadily, Kamus Inggris-Indonesia, (Jakarta: Gramedia, 2003), hlm. 475.
Saefudin Azwar, Reliabilitas dan Validitas,(Yogjakarta: Pustaka Pelajar,cet. IV 2003), hlm.4-5.
H.J.X. Fernandes, Evaluation of Educational Programs, (Jakarta: National Education Planning, Evaluation and Curriculum, 1984), hlm. 7-11. Lihat juga Farida Yusuf Thayibnapis, Evaluasi Program, hlm. 13-26.
Anas Sudijono, Pengantar Evaluasi Pendidikan, hlm. 17-24
Roland Robertson, Sociology of Religion Selected Reading, (New York: Penguin Book, 1978), hlm. 256-258 .
 Jamaludin Ancok, Psikologi Islami, (Yogjakarta: Pustaka Pelajar, 1994), hlm. 76-80
http://id.shvoong.com/social-sciences/education/1956775-evaluasi-dalam-islam/